Lanjut Kuliah S2 atau Kerja Dulu?

Judul di atas merupakan sebuah dilema yang dialami banyak lulusan baru (fresh graduate). Okray! to the point saja, setelah lulus S1 saya lebih memilih kerja dulu. Kalau cita-citanya bukan menjadi seorang dosen, melanjutkan studi untuk apa? mengapa tidak mencari pengalaman kerja dulu. Jika punya pengalaman kemudian lanjut S2 dan akhirnya menjadi dosen, itu lebih berkualitas. Sebagai ilustasi, setahu saya (sampai saat ini), tidak sedikit dosen-dosen pendidikan (misalkan dosen PGSD) minim pengalaman mengajar murid SD.

Menurut Anda, lebih berkualitas guru SD atau dosen PGSD yang minim pengalaman mengajar murid SD?. Mengajar mahasiswa jelas berbeda dengan mengajar anak-anak sekolah dasar.

Melanjutkan studi pascasarjana juga akan mengeluarkan banyak biaya. Jika belum mendapatkan beasiswa, coba dipikirkan kembali.

Apakah Anda melanjutkan kuliah S2 karena belum mendapatkan pekerjaan?
Apakah Anda melanjutkan kuliah S2 karena disuruh orangtua?
Apakah juga Anda melanjutkan kuliah S2 hanya untuk mencari aman (berfikir lowongan kerjanya lebih banyak)?

Di zaman sekarang ini, jika kita masih berfikir semakin tinggi gelar pendidikan berbanding lurus dengan pendapatan, hm…..

Parkir Khusus "Dekan"

Di kampus saya, ada slot parkir khusus untuk “Dekan”, pemimpin sebuah fakultas. Ada yang menarik, awalnya saya berpikir negatif, kok dibeda-bedakan ya, apa bedanya parkir Dekan dengan dosen-dosen lain? mengapa parkir Dekan sungguh spesial?

Menurut saya, ternyata ada tujuannya. Yaitu untuk lebih mudah mengetahui kehadiran Dekan, hehehe. Kalau tidak ada mobilnya, berarti beliau sedang tidak ada di kampus. Bisa jadi ini sebagai pemicu seorang Dekan lebih rajin lagi untuk hadir ke kampus.

Oia, maaf sudah berpikiran negatif sebelumnya, hehehe, manusia…manusia…

Bolos Nyantren

Bolos sekolah biasa, kali ini bolos nyantren. Baru dua bulan di pesantren sudah bolos, tidak patut untuk ditiru. Gelisah tentu, takut keluar kosan, takut nanti ada komandan yang melihat, hahahaha, paling kalau ketahuan disuruh push up atau guling, seperti biasanya.

Ah, tapi memberanikan diri keluar kosan. Tengok kiri, tengok kanan, banyak santri yang berlalu lalang, karena di sini merupakan kawasan pesantren. Takut ada pelatih atau komandan yang menyamar, kemudian memantau santrinya yang bolos, hadduuuh. Karena teringat minggu lalu ada salah seorang santri ketahuan sembunyi di masjid, dan dimarah, beuh!

Mampusnya, uang saya habis, dan ATM berada di dekat pesantren, sudahlah, pergi ke kampus saja mengambil uangnya, meskipun jauh.

Sedang bersembunyi………………

(Belajar Ngaji) – Tiada Hari Tanpa Menangis

Teringat kala itu ketika masih TK sampai kelas 3 SD, belajar ngaji kadang-kadang di rumah. Guru ngaji saya adalah Bapak, horor. Ketika mengaji diajar bapak, kesannya adalah “tiada hari tanpa menangis”, salah dikit saja dicubit/dipukul dan dimarah, hahahaha. Jadi kangen, eits! kangen bukan berarti mau dicubit lagi lo yaa…hehehe.

Dulu, kita ngaji seperti menyetor air mata saja. Kalau sudah waktunya ngaji, deg degan, takut salah, dan berujung menangis karena dimarah. Bukan saya sendiri, melainkan juga bersama adik, Nani. Kita berdua selalu menyetor air mata kalau belajar ngaji di rumah, hihihi.

Pendidikan belajar mengaji di rumah, dulu terkesan keras. Bukan hanya di rumah saya saja, melainkan tetangga juga. Berbeda kalau misalkan di TPQ, tidak keras, karena yang diajar bukan anaknya, hohoho. Tapi, saya melihat sekarang sudah berubah, alhamdulillah tidak begitu keras.

Hm, setidaknya pernah merasakan pendidikan yang berkesan, hihihi.

Tips UTS

Pagi-pagi sekali sudah membaca tips-tips UTS dalam salah satu grup di Line. Aneh memang grup ini, ada-ada saja yang dibahas.

Tips-tips mereka seperti yang ada di atas, kalau tips UTS dari saya adalah “berani duduk di bangku paling depan” hahahaha. Kalau duduk di bangku paling depan kan nggak diperhatikan pengawas, sepertinya…hihihi.

Dalam dunia perkuliahan, UTS diartikan “Ujian Tidak Serius”, sementara UAS diartikan “Ujian Agak Serius”trus kapan seriusnya? hahahaha.